Sabtu, 03 Januari 2015

FIKSI KARTINI



KARTINI DI ERA KU
Oleh : Yuni Astuti
Tok...tok...tok, Bu...bu..., toloong bu...
Ada apa Pak?
Istri saya mau melahirkan, cepat bu....
Sebentar Pak, saya ambil perlengkapan dulu.
Seraya terburu – buru, kuambil peralatan partus set ku yang sedang ku sterilkan di ruang praktek.
Pak Amat memboncengkanku dengan sepeda buntutnya . Dan kami lalui jalanan yang licin karena habis terguyur hujan . Sesaat kemudian sampailah au dan Pak Amat di rumah Pak Amat yang relatif kecil untuk sebah keluarga dengan lima orang penghuni di dalamnya.
Istri Pak Amat , akan melahirkan anak yang ke empat. Sambil ku keluarkan peralatan partus dari tas ku , kuminta ketiga anak Pak Amat untuk keluar dari kamar mereka .
“Anak – anak, keluar dulu ya?” Ibu akan membantu kelahiran adek kalian”.
“Iya bu , kata si Marni anak pertama Pak Amat , sambil menggandeng kedua adeknya untuk keluar kamar.
Ayo...bu...tarik nafas panjang.....terus bu....sedikit lagi bu.....
Owek....owek....owek....si jabang bayi lahir dengan tangis yang keras , membuat seisi rumah bahagia , menyambut bayi perempuan yang sehat dan cantik.
“Bayinya perempuan Pak...” kataku kepada Pak Amat yang ikut menemani persalinan istrinya.
Trima kasih bu bidan , kata Pak Amat kepadaku , seraya menjabat tanganku. Ungkapan yang tulus dari seorang Bapak , yang bahagia dengan kelahiran putri keempatnya .
Sama – sama , Pak...
Si Marni beserta adek – adeknya, Joko dan Budi , juga turut menyalamiku, dan menyambut gembira kelahiran adek mereka.
Pak Amat dan juga Marni , mempersilahkanku minum secangkir teh yang sudah disiapkan untukku di meja ruang tamu.
“Silahkan diminum bu...”
“Terima Kasih , Pak” jawabku seraya mengambil cangkir teh yang disajikan untukku.
Lega rasanya hatiku, setiap selesai membantu proses persalinan di desa yang cukup terpencil di daerah Kalimantan.
Profesiku adalah seorang Bidan, yang saat ini aku di tugaskan oleh Pemerintah di  Kalimantan. Karena sudah menjadi panggilan jiwa, kujalankan tugasku dengan penuh semangat. Akhir tahun 2012 , aku meninggalkan pulau Jawa dan pergi ke Kalimantan untuk pengabdian.
Aku tinggal di rumah dinas Bidan Puskesmas, lokasi tempatku bertugas termasuk daerah yang terpencil. Tugas ini bagiku adalah pengalaman yang sangat berharga di hidupku. Jauh dari keluarga bukan suatu yang mudah kujalani, tapi di tempat ini kutemukan keluarga baru yang bisa menerima kehadiranku disini dengan penuh kehangatan.
Setahun berlalu di pengabdian, membuatku makin dekat dengan penduduk disini. Rasa berat untuk meninggalkan tempat ini sering merasuk dalam hati dan pikiranku . Tugasku akan selesai di bulan ini , April 2014.
“Bu Susi, ada pasien yang sudah menunggu bu...”kata mbak Yani perawat yang membantuku di puskesmas.
“Iya mbak, ...Aku keluar kamar dan masuk ke ruang praktek yang berada di depan kamarku .Ternyata sudah ada tiga pasien yang menungguku. Walau profesiku seorang bidan, tapi disini banyak juga anak – anak yang sakit diperiksakan kepadaku. Dengan obat – obat yang di sediakan oleh puskesmas, kuracik menjadi puyer yang disediakan untuk anak – anak yang masih balita.
Satu pasienku ibu hamil dan yang dua adalah anak – anak. Satu persatu mbak Yani memanggil mereka untuk masuk ke ruang praktekku.
“Ibu Ida,....kata mbak Yani memanggil pasien pertamaku , seorang ibu hamil yang sudah cukup bulan.
“Anak Bagas...” Pasien anak yang berikutnya , masuk ke ruang praktek, setelah kuperiksa , kuberikan obat puyer racikanku.
“Anak Ayu..” Pasien anak yang terakhir  kuberikan obat puyer juga.
Alhamdulillah....tiga pasien ku hari ini sudah selesai. Ku rebahkan tubuhku di kasur yang tidak bisa dibilang empuk seperti di rumahku . Tapi aku bahagia, karena pelajaran hidup yang telah menempaku di sini selama satu tahun lebih berlalu.
Kembali pikiranku menerawang ke tempat yang sudah lama ku tinggali, dan sebentar lagi ku akan kembali ke Jawa. Ku sudah rindu keluarga di Jawa, Bapak dan Ibuku juga sudah tak sabar menanti kepulanganku.
Bu Susi....bu ....
Ternyata aku tertidur dalam lamunanku, dengan badan yang masih lesu , aku bangun dan membuka pintu kamarku.
“ Ada apa mbak...kataku kepada Mbak Yani, “emmm bu, saya mau pamit pulang dulu”
“O...ya mbak, terima kasih”
Mbak Yani pun berlalu dari hadapanku . Aku kembali ke kamar dan menyiapkan koper yang sudah setahun kusimpan diatas almari. Kuturunkan koper itu dan kubersihkan. Rasa haru menyelimuti batinku. Setahun bukan waktu yang singkat untuk pengabdian di desa terpencil di Kalimantan. Tapi setahun bisa disebut waktu yang singkat untuk menimba ilmu kehidupan yang tidak mungkin ku dapat di bangku kuliahku.Tak ada sedikitpun rasa terbebani dengan tugas mulia ini. Aku yakin kedua orang tuaku pasti bangga padaku. Ibu ku pernah menyemangatiku sewaktu aku mau berangkat bertugas . Ibu pesan “ jadilah Kartini di eramu...” kata – kata ibu yang singkat tapi penuh dengan makna yang dalam , membuatku semakin tercambuk untuk menunaika tugas mulia ini.
Dan Alhamdulillah....semua berjalan dengan lancar , aku yakin do’a ibu, salah satu yang membuat langkahku ringan disini.
Kukuruuuuukkkkk......
Suara ayam berkokok menyambut sang fajar, kubuka cendela kamarku,,,ku biarkan udara pagi yang sejuk dan sinar matahari masuk ke dalam kamar. U langkahkan kakiku ke kamar man di untuk mengambil air wudhu.
Sehabis sholat subuh, kebiasaan rutin pagiku sebelum memulai aktivitas adalah olah raga pagi dengan joging mengelilingi desa yang telah membuatku betah tinggal disini.
“ Selamat Pagi ibu...” sapaku pada ibu – ibu yang mulai beraktivitas , ada yang kepasar, ke ladang ada juga yang sedang menggendong anaknya untuk antri bubur di warung makan sebelah rumah dinasku.
Tiba – tiba aku di kejutkan dengan suara yang memanggilku. “ Bu Susi....lagi olah raga ya?”, ku menoleh ke arah suara yang memanggilku...ternyata Pak Amat dan istrinya dan juga bayinya yang kemarin kubantu persalinannya.
“Iya Pak...biar sehat” sambil kulangkahkan kakiku mendekati mereka. “lagi jalan – jalan juga ya ...” sapaku ke mereka. “Iya bu...biar sehat seperti Bu bidan , sahut Bu Amat kepadaku.
“O...ya, siapa nama bayinya ?”
Kartini Bu..., “wow...nama yang indah , iya ...saya tahu karena lahir di bulan April ya...? Mendengar komentarku , Pak Amat langsung menyahut, “selain lahir di bulan April juga karena persalinan Kartini dibantu oleh Bu Susi.
“Loh...apa hubungannya  nama Kartini dengan saya Pak?” tanyaku penuh harap..
Karena Bu Susi juga seorang wanita yang tangguh seperti Kartini, Pahlawan wanita Indonesia. Begitu bu.....
Dengan mata berbinar dan sedikit tersipu malu, dengan pujian yang di lontarkan Pak Amat. Ku ucapkan terima kasih pada mereka , karena kata – kata atau ungkapan yang tulus dari mereka telah membuatku semakin berambah yakin bahwa tak ada hambatan yang tak bisa kita lalui dengan baik , selama kita mau dan terus berusaha untuk melewatinya. Ada perasaan lega , bahagia dan haru yang menyelinap di dalam kalbuku.
Kartini kecil, putri ke empat Pak Amat adalah calon Kartini masa depan, semoga akan menjadi putri yang tangguh dan menjadi kebanggaan orang tuanya.
Tak terasa kakiku sudah memasuki pekarangan rumah dinasku. Kini saatnya aku mandi dan siap – siap untuk membuka praktekku hari ini.
“ Selamat pagi bu..?” ow...ternyata Mbak Yani sudah berada di ruang praktek , sambil bersih – bersih dan menata semua perlengkapan . Karena hari ini ada posyandu di Puskesmas tempat ku bertugas.
Jam di ruang praktek menunjukan pukul 08.00, dan Mbak Yani sudah siap dengan tugasnya , menimbang dan mencatat anak – anak yang mengikuti posyandu.
“Anak Fajar”, suara Mbak Yani lantang mulai memanggil satu persatu peserta posyandu yang akan ditimbang.
Akupun mulai juga dengan tugasku , memeriksa anak – anak dan memberikan pengarahan kepada ibu – ibu yang hadir di sini.
Akhirnya kegiatan posyandupun selesai, aku dan Mbak Yani istirahat untuk makan siang .
Sore ini , aku berniat ke rumah Pak RT ,untuk berpamitan, karena besok adalah hari terakhirku bertugas di sini.
“ Assalamu’alaikum..” ku ketok pintu rumah Pak Rt , “Walaikumusallam..” suara Bu RT dari dalam rumah dan segera membukakan pintu untukku.
Dari awal kuceritakan maksut dan kedatanganku kepada Pak RT dan Bu RT yang menemuiku. Mereka banyak memberikan pesan – pesan dan nasehat kepadaku. Akupun akhirnya pamit pulang, dan melanjutkan berpamitan ke warga yang dekat dengan rumah dinasku.
Tibalah saatnya , aku harus kembali ke Jawa, sopir Puskesmas sudah menyiapkan mobil yang siap engantarku ke Bandara. Mbak Yani ikut mengantarku. Dan perlahan mobilpun begerak maju meninggalkan desa yang asri dengan sejuta kisah dalam hidupku yang akan selalu menjadi pengalaman dan guru yang baik bagiku.
 (BUKU KE-3)

DENTUMAN RINDU (2)



FATAMORGANA

Senja berbalut luka
Menahan perih dan lara
Tak tahu harus kemana
Lelah , letih , lesu jiwa raga
Senja....
Kau tau yang kurasa
Berdesir rasa di dada
Menahan luka batin yang menganga
Pedih , perih terasa
Menusuk hati nan lara
Teriakpun ku tak kuasa
Semua terasa seperti fatamorgana
Penghujung rasa yang berbalut luka
Ku pasrahkan pada yang Kuasa
Tempat sandaran paling nyaman dirasa
Membelai lembut hati yang lara
Senja...
Kau tau , aku bangkit dari laraku
Aku curahkan pada Rabbku
Aku temukan ketenangan batinku
Dan Fatamorga....
Hilanglah dari pandanganku
Senja...
Semua nyata
Hidupku ada di tangaNYA
Ku jalani semua sesuai alurNYA
Dan kini kedamaian ada di dada

Oleh : Yuni Astuti

DENTUMAN RINDU (1)



TENTANGMU
Rasa di hati tak mungkir dipungkiri
Hasrat tuk slalu bersua Berdentum di dada
Berdesir kalbu Saat ku sebut namamu
Wajahmu lekat dihati
Terbayang senyumu
Terdengar candamu
Tapi....
Ku harus lupakanmu
Ku tau hatimu bukan untuku...
Ku tau sebatas apa rasamu...
Cinta...
Kau bukan datang untuku...
Biarlah semua berlalu...
Karena ini yang terbaik Untukku
Biarlah sang waktu yang akan membawamu
Menjauh dariku...
Tentangmu...
Akan kusimpan dalam coretanku

Oleh:Yuni Astuti



BUKU ANTOLOGI PUISI KU