KARTINI
DI ERA KU
Oleh
: Yuni Astuti
Tok...tok...tok,
Bu...bu..., toloong bu...
Ada apa Pak?
Istri saya mau
melahirkan, cepat bu....
Sebentar Pak,
saya ambil perlengkapan dulu.
Seraya terburu –
buru, kuambil peralatan partus set ku yang sedang ku sterilkan di ruang
praktek.
Pak Amat
memboncengkanku dengan sepeda buntutnya . Dan kami lalui jalanan yang licin
karena habis terguyur hujan . Sesaat kemudian sampailah au dan Pak Amat di
rumah Pak Amat yang relatif kecil untuk sebah keluarga dengan lima orang
penghuni di dalamnya.
Istri Pak Amat ,
akan melahirkan anak yang ke empat. Sambil ku keluarkan peralatan partus dari
tas ku , kuminta ketiga anak Pak Amat untuk keluar dari kamar mereka .
“Anak – anak,
keluar dulu ya?” Ibu akan membantu kelahiran adek kalian”.
“Iya bu , kata
si Marni anak pertama Pak Amat , sambil menggandeng kedua adeknya untuk keluar
kamar.
Ayo...bu...tarik
nafas panjang.....terus bu....sedikit lagi bu.....
Owek....owek....owek....si
jabang bayi lahir dengan tangis yang keras , membuat seisi rumah bahagia ,
menyambut bayi perempuan yang sehat dan cantik.
“Bayinya
perempuan Pak...” kataku kepada Pak Amat yang ikut menemani persalinan
istrinya.
Trima kasih bu
bidan , kata Pak Amat kepadaku , seraya menjabat tanganku. Ungkapan yang tulus
dari seorang Bapak , yang bahagia dengan kelahiran putri keempatnya .
Sama – sama ,
Pak...
Si Marni beserta
adek – adeknya, Joko dan Budi , juga turut menyalamiku, dan menyambut gembira
kelahiran adek mereka.
Pak Amat dan
juga Marni , mempersilahkanku minum secangkir teh yang sudah disiapkan untukku
di meja ruang tamu.
“Silahkan
diminum bu...”
“Terima Kasih ,
Pak” jawabku seraya mengambil cangkir teh yang disajikan untukku.
Lega rasanya
hatiku, setiap selesai membantu proses persalinan di desa yang cukup terpencil
di daerah Kalimantan.
Profesiku adalah
seorang Bidan, yang saat ini aku di tugaskan oleh Pemerintah di Kalimantan. Karena sudah menjadi panggilan
jiwa, kujalankan tugasku dengan penuh semangat. Akhir tahun 2012 , aku
meninggalkan pulau Jawa dan pergi ke Kalimantan untuk pengabdian.
Aku tinggal di
rumah dinas Bidan Puskesmas, lokasi tempatku bertugas termasuk daerah yang
terpencil. Tugas ini bagiku adalah pengalaman yang sangat berharga di hidupku.
Jauh dari keluarga bukan suatu yang mudah kujalani, tapi di tempat ini
kutemukan keluarga baru yang bisa menerima kehadiranku disini dengan penuh
kehangatan.
Setahun berlalu
di pengabdian, membuatku makin dekat dengan penduduk disini. Rasa berat untuk
meninggalkan tempat ini sering merasuk dalam hati dan pikiranku . Tugasku akan
selesai di bulan ini , April 2014.
“Bu Susi, ada
pasien yang sudah menunggu bu...”kata mbak Yani perawat yang membantuku di
puskesmas.
“Iya mbak,
...Aku keluar kamar dan masuk ke ruang praktek yang berada di depan kamarku
.Ternyata sudah ada tiga pasien yang menungguku. Walau profesiku seorang bidan,
tapi disini banyak juga anak – anak yang sakit diperiksakan kepadaku. Dengan
obat – obat yang di sediakan oleh puskesmas, kuracik menjadi puyer yang
disediakan untuk anak – anak yang masih balita.
Satu pasienku ibu
hamil dan yang dua adalah anak – anak. Satu persatu mbak Yani memanggil mereka
untuk masuk ke ruang praktekku.
“Ibu Ida,....kata
mbak Yani memanggil pasien pertamaku , seorang ibu hamil yang sudah cukup
bulan.
“Anak Bagas...”
Pasien anak yang berikutnya , masuk ke ruang praktek, setelah kuperiksa ,
kuberikan obat puyer racikanku.
“Anak Ayu..”
Pasien anak yang terakhir kuberikan obat
puyer juga.
Alhamdulillah....tiga
pasien ku hari ini sudah selesai. Ku rebahkan tubuhku di kasur yang tidak bisa
dibilang empuk seperti di rumahku . Tapi aku bahagia, karena pelajaran hidup
yang telah menempaku di sini selama satu tahun lebih berlalu.
Kembali
pikiranku menerawang ke tempat yang sudah lama ku tinggali, dan sebentar lagi
ku akan kembali ke Jawa. Ku sudah rindu keluarga di Jawa, Bapak dan Ibuku juga
sudah tak sabar menanti kepulanganku.
Bu Susi....bu
....
Ternyata aku
tertidur dalam lamunanku, dengan badan yang masih lesu , aku bangun dan membuka
pintu kamarku.
“ Ada apa
mbak...kataku kepada Mbak Yani, “emmm bu, saya mau pamit pulang dulu”
“O...ya mbak,
terima kasih”
Mbak Yani pun
berlalu dari hadapanku . Aku kembali ke kamar dan menyiapkan koper yang sudah
setahun kusimpan diatas almari. Kuturunkan koper itu dan kubersihkan. Rasa haru
menyelimuti batinku. Setahun bukan waktu yang singkat untuk pengabdian di desa
terpencil di Kalimantan. Tapi setahun bisa disebut waktu yang singkat untuk
menimba ilmu kehidupan yang tidak mungkin ku dapat di bangku kuliahku.Tak ada
sedikitpun rasa terbebani dengan tugas mulia ini. Aku yakin kedua orang tuaku
pasti bangga padaku. Ibu ku pernah menyemangatiku sewaktu aku mau berangkat
bertugas . Ibu pesan “ jadilah Kartini di eramu...” kata – kata ibu yang
singkat tapi penuh dengan makna yang dalam , membuatku semakin tercambuk untuk
menunaika tugas mulia ini.
Dan
Alhamdulillah....semua berjalan dengan lancar , aku yakin do’a ibu, salah satu
yang membuat langkahku ringan disini.
Kukuruuuuukkkkk......
Suara ayam
berkokok menyambut sang fajar, kubuka cendela kamarku,,,ku biarkan udara pagi
yang sejuk dan sinar matahari masuk ke dalam kamar. U langkahkan kakiku ke
kamar man di untuk mengambil air wudhu.
Sehabis sholat
subuh, kebiasaan rutin pagiku sebelum memulai aktivitas adalah olah raga pagi
dengan joging mengelilingi desa yang telah membuatku betah tinggal disini.
“ Selamat Pagi
ibu...” sapaku pada ibu – ibu yang mulai beraktivitas , ada yang kepasar, ke
ladang ada juga yang sedang menggendong anaknya untuk antri bubur di warung
makan sebelah rumah dinasku.
Tiba – tiba aku di
kejutkan dengan suara yang memanggilku. “ Bu Susi....lagi olah raga ya?”, ku
menoleh ke arah suara yang memanggilku...ternyata Pak Amat dan istrinya dan
juga bayinya yang kemarin kubantu persalinannya.
“Iya Pak...biar
sehat” sambil kulangkahkan kakiku mendekati mereka. “lagi jalan – jalan juga ya
...” sapaku ke mereka. “Iya bu...biar sehat seperti Bu bidan , sahut Bu Amat
kepadaku.
“O...ya, siapa
nama bayinya ?”
Kartini Bu...,
“wow...nama yang indah , iya ...saya tahu karena lahir di bulan April ya...?
Mendengar komentarku , Pak Amat langsung menyahut, “selain lahir di bulan April
juga karena persalinan Kartini dibantu oleh Bu Susi.
“Loh...apa
hubungannya nama Kartini dengan saya
Pak?” tanyaku penuh harap..
Karena Bu Susi
juga seorang wanita yang tangguh seperti Kartini, Pahlawan wanita Indonesia.
Begitu bu.....
Dengan mata
berbinar dan sedikit tersipu malu, dengan pujian yang di lontarkan Pak Amat. Ku
ucapkan terima kasih pada mereka , karena kata – kata atau ungkapan yang tulus
dari mereka telah membuatku semakin berambah yakin bahwa tak ada hambatan yang
tak bisa kita lalui dengan baik , selama kita mau dan terus berusaha untuk
melewatinya. Ada perasaan lega , bahagia dan haru yang menyelinap di dalam
kalbuku.
Kartini kecil,
putri ke empat Pak Amat adalah calon Kartini masa depan, semoga akan menjadi
putri yang tangguh dan menjadi kebanggaan orang tuanya.
Tak terasa
kakiku sudah memasuki pekarangan rumah dinasku. Kini saatnya aku mandi dan siap
– siap untuk membuka praktekku hari ini.
“ Selamat pagi bu..?”
ow...ternyata Mbak Yani sudah berada di ruang praktek , sambil bersih – bersih
dan menata semua perlengkapan . Karena hari ini ada posyandu di Puskesmas
tempat ku bertugas.
Jam di ruang
praktek menunjukan pukul 08.00, dan Mbak Yani sudah siap dengan tugasnya ,
menimbang dan mencatat anak – anak yang mengikuti posyandu.
“Anak Fajar”,
suara Mbak Yani lantang mulai memanggil satu persatu peserta posyandu yang akan
ditimbang.
Akupun mulai
juga dengan tugasku , memeriksa anak – anak dan memberikan pengarahan kepada
ibu – ibu yang hadir di sini.
Akhirnya
kegiatan posyandupun selesai, aku dan Mbak Yani istirahat untuk makan siang .
Sore ini , aku
berniat ke rumah Pak RT ,untuk berpamitan, karena besok adalah hari terakhirku
bertugas di sini.
“
Assalamu’alaikum..” ku ketok pintu rumah Pak Rt , “Walaikumusallam..” suara Bu
RT dari dalam rumah dan segera membukakan pintu untukku.
Dari awal
kuceritakan maksut dan kedatanganku kepada Pak RT dan Bu RT yang menemuiku.
Mereka banyak memberikan pesan – pesan dan nasehat kepadaku. Akupun akhirnya
pamit pulang, dan melanjutkan berpamitan ke warga yang dekat dengan rumah
dinasku.
Tibalah saatnya
, aku harus kembali ke Jawa, sopir Puskesmas sudah menyiapkan mobil yang siap
engantarku ke Bandara. Mbak Yani ikut mengantarku. Dan perlahan mobilpun
begerak maju meninggalkan desa yang asri dengan sejuta kisah dalam hidupku yang
akan selalu menjadi pengalaman dan guru yang baik bagiku.
(BUKU KE-3)