MERAJUT
MIMPI DARI NEGERI GINGSENG
Oleh
: Yuni Astuti
Seperti biasa
jam – jam segini, pukul 20.00 WIB, aku tunggu telpon dari temanku yang sedang
bekerja di Korea. Kedekatan kami sudah seperti saudara. Aku mengenalnya lewat
teman yang ada di Indonesia. Iya..Santi
menceritakan tentang aku pada sahabatnya Ria yang sedang bekerja di Korea. Dari
situ Ria meminta pertemanan denganku lewat media sosial, jadilah kita berteman,
bersahabat dan akhirnya bersaudara. Kami belum pernah bertemu secara langsung
tapi hati kami ternyata lebih dulu berjabat walau dipisahkan oleh lautan yang
luas. Aku di Indonesia dan Ria di Korea. Dengan seringnya kita komunikasi berasa
seperti adik dan kakak.
Tit
...tut...tit..tut, tuh kan, telepon dengan kode negara +82...dari Ria. “Assalamu’alaikum
Bun..”seperti itu kebiasaan Ria membuka pembicaraan. “Apa kabar Ria?” seperti
yang Bunda dengar, kalau suaraku ceria berarti aku lagi bahagia kan..?” Lagi
musim apa disana?” Disini masih salju Bunda.
Sambil mendengarkan suara Ria yang bercerita tentang musim di sana. Aku
bayangkan betapa bahagianya bermain salju dengan teman – teman yang berbeda
negara.
Tapi ...siapa
tahu, sebesar apa perjuangan Ria di Korea untuk bekerja dengan jam kerja yang
panjang dan jauh dari keluarga . Aku belajar banyak dari semangatnya yang luar
biasa. Ria bekerja di Korea untuk mewujudkan mimpinya melanjutkan kuliah di
fakultas kedokteran, sekembalinya dari Korea. Karena untuk kuliah jurusan
kedokteran butuh biaya yang tidak sedikit, itulah yang membuat Ria rela jauh
dari sanak keluarganya.
Malam makin
larut...bayangan tentang Ria di Negeri Gingseng masih menari – nari di pelupuk
mata.“Selamat beristirahat ...susun tenaga dan semangat untuk meraih mimpimu
Ria” pesan lewat whatsapp kukirim
untuknya. Akupun mulai merebahan tubuhku dengan menetralkan pikiran dan semua
aktivitas. Doa sebelum tidur menemani malamku.
Bunda.....,
terdengar suara Santi memanggilku . Santi dan Ria adalah sahabat dari kecil di
pesantren dan mereka mengenalku kira – kira setahun yang lalu. Santi adalah
anak pemilik toko herbal yang tak jauh dari rumahku. Karena aku salah satu
pelanggan di toko Abinya, selain Santi aku juga mengenal keluarganya. Gadis
yang periang ini sering menyapaku saat aku mampir ke toko, terpaut umur yang
lumayan banyak denganku tidak menghalanginya untuk berteman. Kamipun dekat dan
sudah seperti saudara dengan keluarga Santi.
“Mau kemana
Santi?” tanyaku saat melihat santi sudah berada diatas motor. “Mau ke pasar bun
“. Eh..iya Bunda, apa semalem Ria telpon?” katanya dia mau pulang ya bun..?” . Gadis
manis yang didepanku ini memang terkenal ramah dan supel. “Bunda belum tahu
tentang kabar itu, semalam Ria tidak
cerita”. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan Santi dariku. Itu sekilas
kutangkap dari caranya bertanya dan memandangku. Ok..Bunda aku ke pasar dulu
ya..Assalamu’alaikum” . “Walaikumussalam”.
Seperti biasanya
aktivitas pagiku setelah bersih- bersih rumah dan menyiapkan sarapan. Suami dan
anak – anak pergi menjalankan aktivitas masing – masing. Dan akupun mulai
membuka laptop untuk melanjutkan
tulisan yang akan kukirim ke majalah. Ada satu pesan email masuk, ternyata dari
Ria. Tak biasanya Ria mengirim pesan lewat email, “ah...mungkin Ria lagi pengen
nulis, kataku dalam hati.
Assalamu’alaikum
Bunda...
Diiringi
salju yang masih turun di Negeri Gingseng, dengan suhu yang dingin menusuk,
kuingin berbagi cerita dengan Bunda. Hari ini Ria libur kerja, jadi bisa nulis
surat ke Bunda. Ria pengen aja cerita lewat surat.
Bunda...,
akhir tahun ini sudah genap tiga tahun aku tinggal di Korea. Rencanaku Bulan
Maret tahun depan aku akan kembali ke Indonesia. Seperti yang Bunda tahu, aku
ke Korea untuk bekerja dan menabung kemudian hasil dari Korea akan aku gunakan
untuk kuliah di fakultas kedokteran di Universitas ternama di Yogyakarta.
Menjadi seorang dokter adalah cita – citaku sejak kecil. Tapi sebelum aku ke
Korea keinginan itu seperti mustahil terwujud, karena aku tahu berapa besar
biaya yang harus dikeluarkan untuk kuliah kedokteran dengan berbagai macam
praktek yang tidak sedikit biayanya.
Namun,
rasa pesimisku itu kutepis setelah aku mendengar cerita dari seorang teman yang
sukses setelah bekerja di Korea. Dengan semangat tinggi untuk meraih mimpi, aku
daftar di suah agen tenaga kerja untuk bisa bekerja di Korea. Alhamdulillah
Allah Swt memberikan kemudahan dan sampai saat ini tabunganku cukup untuk aku
kuliah nanti.
Rasa
syukur yang dalam, aku mengenal bunda, bagiku bunda adalah sosok ibu, sahabat
dan saudara buatku. Walau kita belum pernah dipertemukan secara langsung,
bagiku bunda sudah hadir disini. Dan sesampainya di Indonesia nanti, orang
pertama yang ingin ku temui adalah bunda.
Terima
kasih atas dukungannya, bunda selalu ada saat ku butuh...semoga persaudaraan
ini berlanjut sampai akhir hayat. Peluk sayang dari Ria.
Wassalamu’alaikum
Wr,Wb,
Tak terasa air
mata mengalir dipipi...terima kasih Ya Rabb, telah Kau hadirkan sahabat –
sahabat yang menyejukkan. Tok..tok..tok..kudengar ada yang mengetuk pintu. Dari
luar rumah terdengar suara Santi memanggil. Akupun segera membukakan pintu.
“Ini untuk Bunda, sebungkus ketan campur yang kubeli di pasar .” Terima kasih
Santi”. Aku pernah bercerita tentang makanan kegemaranku yaitu ketan campur.
Santi memang paling bisa bikin orang senang. Kunikmati sebungkus ketan campur
dengan secangkir susu kedelai emmm...mantap. Ku mulai melanjutkan aktivitas di
depan laptop untuk menyelesaikan beberapa naskah.
Waktu terus
bergulir, tibalah saatnya hari yang kunanti. Hari ini Sabtu, 18 Maret 2014 Ria
akan pulang ke Indonesia dan menemuiku. Walaupun kami sudah saling melihat
wajah dari foto dan bercanda di dunia maya, rasa penasaran akan sosok Ria tetap
saja membuatku ingin segera bertemu.
Tit..tut..tit..tut,
telp dari siapa ya? Ada nomor telpon asing yang masuk. Aku ragu untuk
mengangkatnya. Tapi telpon itu tetap berdering berkali kali. Akhirnya aku
angkat telponnya. “Assalamu’alaikum Bunda..” suara yang sangat aku kenal yang
sedang aku tunggu. Ria..sudahkan di Indonesia? Bunda....aku sudah mendarat di
Yogyakarta” Alhamdulillah..perasaan campur aduk semakin berkecamuk. “Ria..mau
ke Solo ketemu Bunda sekarang. “Apa tidak pulang dulu ke Magelang? ketemu Bapak
dan Ibu? “ Ria tetap bersikeras untuk menemuiku. “Baiklah...aku mengiyakan
undangan Ria untuk bertemu di sebuah resto di Solo Barat.
Aku meluncur
menuju resto, dan Ria perjalanan naik kereta dari Yogyakarta ke Solo. Tentunya
aku lah yang lebih dulu tiba di resto, aku pesan beberapa menu untuk makan
siang kami. Ada ayam goreng, lalapan, sayur asem dan cah kangkung Ria pasti
sudah rindu masakan Indonesia. Aku sudah siap menyambut kedatangan Ria.
Waktu sudah
menunjukkan pukul 14.00 Wib seharusnya Ria sudah sampai di sini , aku menjadi
kawatir , kenapa lama sekali perjalanan Yogyakarta ke Solo. Kalau naik kereta
biasanya cuma satu jam . Ini sudah lebih dari dua jam . Dan tadi sebelum berangkat
Ria sudah kasih kabar kalau berangkat dari Yogyakarta jam 11.15 Wib.
Tit
..tut..tit..tut, ini pasti dari Ria, Kamu
dimana Ria dengan sedikit tergesa ku angkat telpon, menanyakan posisi Ria. Tapi
sungguh sekujur tubuhku seperti tak bertenaga setelah mendengar kabar dari
telpon bahwa Ria kecelakaan saat menyeberang jalan dari Stasiun Purwosari.
Innalillahi
wainna ilaihi roji’un...ternyata sebelum menghembuskan nafas yang terakhir Ria
minta tolong orang disekitar kejadian untuk menelponku dengan telpon
genggamnya. Dan kata bapak yang menelponku, jenazah Ria sekarang ada di Rumah
Sakit di Jl. Slamet Riyadi Solo. Bergegas aku kesana untuk memastikan . Dan aku
hubungi Santi untuk bertemu di rumah sakit.
Akhirnya aku
bertemu Ria di kamar jenazah rumah sakit. Ria terbaring kaku dengan senyum yang
menghiasi wajahnya yang pucat. Aku
mengurus proses administrasi di rumah sakit dan Santi yang sudah berada
di dekatku berusaha untuk menghubungi keluarga Ria yang ada di Magelang.
Setelah urusan rumah sakit dan kepolisian selesai, jenazah Ria dibawa pulang ke
Magelang.
Sampai di rumah,
aku buka laptop untuk mengabadikan kisah persaudaraanku dengan Ria lewat
tulisan. Ada satu pesan e-mail masuk, ternyata dari Ria. Pesan itu ditulis
meninggalkan Korea.
Assalamu’alaikum
Wr. Wb
Bunda..aku
bahagia sekali, karena salah satu mimpiku akan segera terwujud. Besok aku akan
pulang ke Indonesia dan mimpi pertamaku bertemu dengan Bunda. Tunggu aku ya
Bunda...
Ria
sayang Bunda..
Sampai
ketemu di Indonesia Bunda....
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb.
Selamat jalan
Ria, ...Bunda juga menyayangimu.
Subhanallah....Bun, terharu bacanya....persahabatan yang indah, yang dibawa hingga maut menjemput.....semoga almarhumah Ria mendapat tempat yang baik di sisi Allah SWT, diampuni segala dosa-dosanya. Aamiin...
BalasHapusIni kisah nyata bunda?
BalasHapusMakasih mb ika, maaf telat balas
BalasHapusKisah nyata yg di fiksikan mb ety
Dunia maya memang membuat dunia menjadi sempit. Akan muncul cerita indah lagi dengan pertemuan pertama. Sip.
BalasHapus